LINGUISTIK STRUKTURAL
(FERSINAND DE SAUSSURE)
OLEH
Jose Da Conceicao Verdial
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar
belakang abad ke-19 yang merupakan masa pendewasaan ilmuwan-ilmuwan pada
permulaan abad ke-20, telah ditinjau dan ada 3 corak pemikiran utama yang yang dapat
dibeda-bedakan; (1) tradisi berkelanjutan, kajian gramatikal dan linguistik
yang dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan Eropa dengan cara yang berbeda-beda sejak
zaman kuno; (2) apresiasi progresif ilmu pengetahuan linguistik India, terutama
dalam bidang fonetik dan fonologi; dan (3) pengasimilasian ilmu pengetahuan linguistik
terutama sebagai ilmu yang berorientasi historis, ke dalam sikap-sikap,
komparatisme, evolusionisme, abad ke-19 dan positifisme ilmu pengetahuan alam.
(Robins, 1995:278)
Perbedaan
utama yang paling mecolok antara dua abad yang lalu adalah peningkatan yang
pesat dalam linguistik deskriptif yng mencapai kedudukannya yang kuat dewasa
ini dikontraskan dalam linguistik historis. Tokoh sentral dalam perubahan sikap
dari abad k-19 ke abad k-20 adalah pakar linguistik kebangsaan Swiss yang
bernama Ferdinand deSaussure. (Robins, 1995:280)
Secara
historis, gagasan-gagasan Saussure dapat dibagi menjadi 3 kelompok. Pertama,
memformalisasikan dan mengeksplisitkan sesuatu yang diasumsikan atau diabaikan
oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya, yaitu 2 dimensi mendasar dan esensial
dari kajian linguistic. Dua dimensi mendasar tersebut yaitu sinkronik yang
memperlakukan bahasa-bahasa sebagai sistem lengkap komunikasi pada suatu saat
tertentu dan diakronik yang memperlakukan factor-faktor pengubah yang
mempengaruhi bahasa pada suatu kurun waktu diperlakukan secara historis.
Sinkronik atau deskrptif, dan diakronik atas historis. Kedua, Saussure
membedakan komptensi linguistik penutur dengan peristwa sebenarnya atau data
linguistik (ujara), sebagai langue
dan parole. Ketiga, bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan
secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang saling terkait, yaitu
unsur leksikal, gramatikal, dan fonologi, dan bukan sebagai suatu kumpulan
kesatuan yang dapat berdiri sendiri. (Robins, 1995:280-281)
Gagasan terpenting yana dimunculkan De
Saussure adalah langue dan parole. Langue adalah
pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama
oleh semua warga masyarakat. Sedangkan parole adalah
perwujudan langue pada individu. Eksistensi langue
memungkinkan adanya parole, seperti yang kita ketahui bahwa parole adalah
wicara aktual, cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya.
(George Ritzer, 2004).
Dalam perkembangan
bahasa, peran aliran struktural Ferdinand deSaussure adalah adanya pembakuan
dalam penulisan ejaan, dan tanda baca. Di samping itu, tata bahasa indonesia
baku, yang berisi tentang tata penulisan kalimat, dan struktur bahasa Indonesia
baku. Begitu pun pengadaan kamus, baik kamus umum maupun kamus khusus (kamus
istilah), kata serapan dan sebagainya. Contoh dalam
ketentuan penulisan kalimat, bahwa setiap kalimat diawali huruf kapital dan
diakhiri tanda baca. “Adik membeli pisang.” Kalimat ini menyatakan
bentuk berita, karena secara jelas dengan tanda baca yang digunakan. Ini
merupakan implikasi dari ciri-ciri linguistik tersebut.
1.2 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan latar belakang di muka, maka tujuan dalam makalah ini antara
lain adalah:
a.
Mendeskripsikan ciri-ciri linguistik strukturalisme Ferdinand deSausurre.
b.
Mendeskripsikan tokoh-tokoh linguistik strukturalisme Ferdinand
deSausurre.
c.
Mendeskripsikan penerus dan perkembangan linguistik strukturalisme
Ferdinand deSausurre.
d.
Mendeskripsikan analisis kalimat berdasarkan linguistik strukturalisme Ferdinand
deSausurre.
2. PEMBAHASAN
2.1
Aliran
Strukturalisme FerdinanddeSausurre (Sausurrean)
Aliran
Struktural muncul
pada awal abad ke XX atau tepatnya tahun 1916. Tahun tersebut menjadi tahun
monumental lahirnya aliran struktural, sebab pada tahun itu terbit
sebuah buku berjudul ”CoursedeLinguistiqueGenerale” karya Saussure yang
berisi pokok-pokok teori struktural yang jua sebagai pokok-pokok pikiran
linguistik modern.
Membaca pemikiran Saussure tentang
strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog sistemik yang dapat
mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal. Mengingat, landasan
filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek kajian bahasa yang
merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus strukturalisme. Dalam
pandangan Steven Best dan Douglas Kellner, strukturalisme merupakan
konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka gunakan
untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya,
menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem
kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan
psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah
sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak
sadar, seperti ketika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner
yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut
sistem atau aturan kode.
Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure
juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan filosofis sebuah
bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa
untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural
dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa
linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya menggunakan
bahasa yang bersifat otonom.
Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem tanda
yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap
dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah
penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai dan makna
sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajian Saussure memang
tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang
digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah
kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia
dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik.
2.2
Ciri-Ciri
Ciri-ciri
strukturalisme deSausurre berdasarkan buku yang dirangkum Charles Bally dan
Albert Sechehay (mahasiswa Sausurre) tahun 1915 dengan judul CoursedeLinguistiqueGenerale, yaitu:
a)
Telaah
Sinkronik dan Diakronik
Istilah sinkronis dan diakronis sudah mulai muncul
sejak abad ke-19. Yang memperkenalkan istilah ini adalah Ferdinand deSaussure,
linguis Swiss yang juga peletak dasar linguistik modern. Pada mulanya, Saussure
adalah seorang ahli linguistik diakronis. Ia meneliti bahasa-bahasa Indo-Eropa
(Kridalaksana, 2005:9-10). Beliau kemudian berusaha mengembangkan pendekatan
baru dalam linguistik yang ia namakan pendekatan sinkronis.
Pendekatan sinkronis adalah pendekatan yang titik
kajiannya menyasar pada bahasa dalam satu kurun masa tertentu. Dalam masa waktu
kajian yang terbatas (Chaer, 2007: 14) itu, bahasa tersebut diterangkan
bagaimana cara kerja dan penggunaannya oleh para penuturnya (Alwasilah, 1991:
87). Atau dalam istilah Parera (1991), linguistik sinkronis mempelajari bahasa
berdasarkan gejala-gejala bahasa yang bersifat sezaman yang diujarkan oleh
pembicara.Contoh, mempelajari bahasa Indonesia yang di gunakan pada zaman
Jepang atau pada masa tahun 50-an.
Sedangkan telaah bahasa diakronik adalah telaah bahasa
dari masa ke masa yang digunakan oleh para penuturnya. Dalam hal ini telaah diakronis berupaya mengkaji
bahasa (atau bahasa-bahasa) pada masa yang tidak terbatas; bisa sejak awal
kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya (bila sudah punah) atau sampai masa
kini (Chaer, 2007). Dalam kajian ini, bahasa dilihat memiliki fase-fase yang
mencerminkan perkembangan bahasa tersebut (Parera,1991). Contoh,
mempelajari bahasa Indonesia dimulai sejak zaman sriwijaya sampai zaman
sekarang ini.
Sebelum terbit buku CoursedeLinguistiqueGenerale telaah bahasa selalu dilakukan orang
secara diakronik tidak pernah secara diakronik. Para ahli belum sadar bahwa
bahasa dapat diteliti secra sinkronik. Inilah salahsatu pandangan deSaussure
yang sangat penting sehingga kita dapat memberikan telaah terhadap suatubahasa
tertentu tanpa melihat sejarah bahasa itu.
b)
Perbedaan
Langue dan Parole
Menurut Saussure, langue ini ada dalam benak orang,
bukan hanya abstraksi-abstraksi saja. Langue adalah sesuatu yang berkadar individual
tapi juga sosial universal. Dengan kata lain, merupakan keseluruhan sistem
tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu
masyarakat bahasa. Langue itu abstrak dan tertentu pada suatu bahasa. Sebagai
orang Indonesia maka kita mempunyai Langue Bahasa Indonesia, tetapi kalau kita
mempelajari bahasa Jerman umpamanya maka langue kita pun bertambah yaitu langue
bahasa Jerman.
Sedangkan Parole adalah pemakaian atau realisasi
langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret, pribadi,
dinamis, lincah, sosial, terjadi pada waktu, tempat, dan suasana tertentu.
Parole itu merupakan ujaran seseorang, yaitu apa yang diucapkan dan apa yang
didengar oleh pihak penanggap ujaran.
c)
Perbedaan
Signifiant dan Signifie
Ferdinand deSaussuremengemukakan teori bahwa setiap
tanda atau tanda linguistik (signé atau signélinguistique) dibentuk oleh dua
buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen
signifie. Yang dimaksud dengan signifiant adalah citra bunyi atau kesan
psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah
pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Untuk lebih jelas
signifie sama dengan makna atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa
pengertian atau konsep signifiant; dan signifiant sama dengan bunyi
bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu atau “yang mengartikan” yang
wujudnya berupa runtutan bunyi.Hubungan antara signifiant dan signifie
sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
d)
Relasi
Sintagmatik dan Paradigmatik
Bapak linguistik modern membedakan adanya dua macam
hubungan, yaitu sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Hubungan sintagmatik
adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang
tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik dalam tataran fonologi
tampak pada urutan fonem-fonem dalam sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa
merusak makna kata itu. Contohnya kata /k, i, t, a/. Apabila urutannya diubah
maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak
pada urutan morfem-morfem pada suatu kata. Ada kemungkinan maknanya berubah
tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Misal, kata segitiga ≠tigasegi,
kata barangkali ≠ kalibarang,
dan kata tertua≠tuater. Hubungan sintakmatik pada tataran
sintaksis tampak pada urutan kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga
tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan tak
bermakna sama sekali.
Contohnya:
Evi membeli
tas baru
Evi baru
membeli tas
Membeli Evi
tas baru
Baru Evi
membeli tas
Hubungan paradigmatik adalah hubungan antar
unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang
tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik pada
tataran fonologi tampak pada contoh berikut antar bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan
/d/ yang terdapat pada kata-kata rata, kata, bata, mata, dandata.
Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada contoh pada prefiks
me-di-, pe-,dan te- yang terdapat pada
kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.Sedangkan
hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada contoh antara
kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat, dan objek. Misalnya ;
Ana menulis
surat
Ani makan
bakso
Dia memakai
sepatu
2.3
Tokoh
Aliran
linguistik struktural muncul pada awal abad ke XX (1916) yang dipelopori oleh
FerdinandeSausurre. Hal itu ditandai dengan terbitnya sebuah buku berjudul ”CoursedeLinguistiqueGenerale”
karya Charles Bally dan Albert Sechehay (mahasiswa Sausurre yang merangkum
catatan kuliah yang diberikan gurunya) berisi pokok-pokok teori struktural yang
juga sebagai pokok-pokok pikiran linguistik modern.
Ferdinand deSaussure (lahir di Jenewa, 26 November
1857 – dari keluarga Protestan Prancis (Huguenot) yang ber-emigrasi dari
daerah Lorraine ketika perang agama pada akhir abad ke-16,
meninggal di Vufflens-le-Château, 22 Februari 1913 pada umur 55 tahun)
adalah linguis Swedia yang dipandang sebagai salah satu Bapak
Linguistik Modern dan semiotika. Karya utamanya, Coursdelinguistiquegénérale
diterbitkan pada tahun 1916, tiga tahun setelah kematiannya, oleh dua orang
mantan muridnya, Charles Ballyand Albert Sechehaye, berdasarkan catatan-catatan
dari kuliah Saussure di Paris. Konsepnya yang paling terkenal adalah pembedaan
tanda bahasa menjadi dua aspek, yaitu signifiant (yang
memaknai) dan signifie (yang
dimaknai). Dalam semiologi, Saussure berpendapat bahwa bahasa sebagai “suatu
sistem tanda yang mewujudkan ide” dapat dibagi menjadi dua unsur: langue (bahasa),
sistem abstrak yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat yang digunakan
sebagai alat komunikasi, dan parole (ujaran),
realisasi individual atas sistem bahasa.
Sejak kecil, Saussure memang sudah tertarik dalam
bidang bahasa. Pada tahun 1870, ia masuk Institut Martine, di Paris. Dua tahun
kemudian (1872), ia menulis “Essaisur
les langues” yang ia persembahkan untuk ahli
linguistik pujaan hatinya (yang menolong dia untuk masuk ke Institut Martine,
Paris), yakni Pictet. Pada tahun 1874 ia belajar fisika dan kimia di
universitas Genewa (sesuai tradisi keluarganya), namun 18 bulan kemudian, ia
mulai belajar bahasa sansekerta di Berlin. Rupanya, Saussure semakin tertarik
pada studi bahasa, maka pada 1876-1878 ia belajar bahasa di Leipzig; dan pada
tahun 1878-1879 di Berlin. Di perguruan tinggi ini, ia belajar dari tokoh besar
linguistik, yakni Brugmann dan Hübschmann.
Ketika masih mahasiswa, ia telah membaca karya ahli linguistik
Amerika, William Dwight Whitney yang membahas tentang The Life
andGrowth of Language: andoutline of Linguistic Science (1875); buku ini
sangat mempengaruhi teori linguistiknya di kemudian hari. Pada tahun 1878,
Saussure menulis buku tentang Mémoiresurlesystéme
primitif des voyellesdans les languesindo-européennes (Catatan
Tentang Sistem Vokal Purba Dalam Bahasa-bahasa Indo-Eropa). Pada tahun 1880 ia
mendapat gelar doktor (dengan prestasi gemilang: summacumlaude) dari
universitas Leipzig dengan disertasi: De l’emploi
du génetifabsoluensanscrit (Kasus
Genetivus Dalam Bahasa Sansekerta) dan pada tahun yang sama, ia berangkat ke
Paris.
Tahun 1881 menjadi dosen di satu di antara universitas
di Paris. Setelah lebih dari sepuluh tahun mengajar di Paris, ia dianugrahkan
gelar profesor dalam bidang bahasa Sansekerta dan Indo-Eropa dari Universitas
Genewa. Menurut Beliau, prinsip dasar strukturalisme adalah bahwa alam semesta
terjadi dari relasi (forma) dan bukan benda (substansial).
2.4
Penerus
Saussure merupakan pelopor aliran linguistik
struktural. Beliau dikenal sebagai bapak strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.
Linguis setelah beliau merupakan mayoritas penerusnya yang selanjutnya
membentuk aliran-aliran baru lantaran ketidakpuasan terhadap teori
pendahulunya. Berikut Tokoh-tokoh yang merupakan penganut/penerus teori ini
baik lingkup internasional maupun nasional (Indonesia).
2.4.1
Penerus
di Dunia (Selain di Indonesia)
1)
Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk
pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilemmathesius
(1882-1945). Dalam bidang Fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama
membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Aliran Praha ini juga
memperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang
yang meneliti struktur fonologis morfem. Dalam bidang sintaksis, Vilem Mathesius
mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini
kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya dan juga dari struktur
informasinya yang terdapat dalam kalimat yang bersangkutan. Struktur informasi
menyangkut unsur tema dan rema.
Awalnya kelompok ini
mengambil ilham dari karya Ferdinand deSaussure, tapi kemudian
memperluas teori tersebut khususnya dalam bidang fonemik. Aliran Praha
merupakan salah satu aliran yang lebih banyak mengaplikasikan tipe linguistik
sinkronis.
2)
Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di
Denmark, tokohnya Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran Ferdinand de
Saussure. Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa
menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan,
metodologis dan terminologis sendiri.
Analisis bahasa dimulai dari
wacana, kemudian ujaran itu dianalisis atas konstituen-konstituen yang
mempunyai hubungan paradigmatis dalam;
1. rangka
forma (hubungan gramatikal intern),
2. substansi
(kategori ekstern dari objek material),
3. ungkapan
(medium verbal dan grafis), dan
4. isi (makna).
Prosedur yang bersifat
analitis dan semi aljabar ini menghasilkan satuan dasar yang disebut glosem, yang
mempunyai pengertian kurang lebih sama dengan morfem menurut teori Bloomfield.
Menurut Hjemslev teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus
merupakan suatu sistem deduktif semata-mata. Teori itu harus dapat dipakai
secara tersendiri untuk dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang
timbul dari premis-premisnya. Suatu teori harus bebas dari pengalama apa pun,
namun, teori itu harus tepat, maksudnya, harus memenuhi syarat untuk diterapkan
pada data empiris tertentu, yaitu bahasa. Sedangkan teori itu agar dapat
dipakai secara empiris haruslah konsisten, tuntas, dan sederhana.
Sejalan dengan pendapat
Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, taitu segi ekspresi (menurut
de Saussure: signifiant) dan segi isi (menurut de Saussure: signifie).
Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh
1. Forma ekspresi
2. Substansi ekspresi
3. Forma isi, dan
4. Substansi isi.
Perbedaan forma dari substansi
berlaku untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah; sedangkan pembedaan
ekspresi dari isi hanya berlaku bagi telah bahasa saja.
Karena teorinya pula
Hjemslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen. Dalam
aliran ini ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O.
Jespersen hingga tokoh yang tertua Rasmus Rask sering menujukkan kekhasan dalam
mengembangkan teori kebahasaan di setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan
yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang bernama aliran Kopenhagen
berkat sekelompok para ahli linguistik yang menamakan dirinya Linguistic of
Copenhagen. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tokoh yang terkenal yaitu
Brondal dan juga Hjelmslev. Hjemslev mengembangkan wawasan prolegomena dalam
mengembangkan teori linguistik dan mengembangkan teori glosematik ini.
Pemikiran Hjemslev bahwa
bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai
struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri membuat
aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya. Disini
bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu:
1. eksternal yang meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu
sendiri.
2. ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan
dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif.
Terakhir ia memberi konsep
tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan secara
asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang
dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri
ini masih dapat diklasifikasikan lagi.
Baik Fungsi eksternal maupun
fungsi internal, seperti dalam aliran Glosematikbahasa memiliki 4 strata
yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi
(kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal
maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan
prinsip yang dikemukakan oleh Hjemslev yakni linguistik berkaitan dengan
pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system dalam”, dan teori
merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.
Analisis merupakan pemerian
objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam berbagai tingkatannya, yang
memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir awal yang
memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang
luas maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan
berdasarkan proses dan system. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain,
dengan memiliki komponen berupa bagian dan penganalisasinya berupa partition.
sedangkan kelas sebagai bagian dari system disebut paradigm, dengan mempunyai
komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa articulation.
Prosedurnya dapat berupa
Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan dengan sintesis untuk
memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing dalam
keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara
deduktif caranya dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan
untuk menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku
bagi segmen, antar segmen dan totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga
akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar segmen, tetapi hal ini
mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala sinkretisme dan
gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki
hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya
tunggal. Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau
syncretism-variety yang justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri
penanda elemen-elemen tertentu.
Akhirnya dapat dikatakan,
sebagaimana de Saussure maka Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu
sistem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
3) Aliran Sistemik
Nama
aliran sistemik ti
2.4.2
Penerus
di Indonesia
Konsep-konsep
linguistik modern yang dikembangkan FerdinandeSausurre sudah bergema sejak awal
abad 19 (buku deSausurre terbit). Namun, gema linguistik modern itu baru tiba
di Indonesia pada tahun lima puluhan. Tokoh pembawanya adalah Anton Moeliono
dan T.W. Kamil. Keduanya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morfem,
frasa, dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia.
Terbitnya
Tata Bahasa Indonesia karangan
GorysKeraf, isinya menyodorkan kekurangan-kekurangan tata bahasa tradisional,
dan menyajikan kelebihan analisis bahasa struktural Sausurre. Selain itu,
sejumlah buku Ramlan juga menyajikan analisis bahasa struktural Sausurre,
menyebabkan linguistik moderna dalam pendidikan formal menjadi semakin kuat.
1.
Erasmus
Erasmus
adalah linguis Yunani yang beraliran tradisional. Beliau mengarang tata bahasa
Latin dengan menggunakan tata bahasa Latin yang dibuat Donatus. Referensi yang
menjelaskan kisah hidup dan karya Erasmus sulit ditemukan, namun yang pasti
karya beliau mengenai tata bahasa Latin dimanfaatkan oleh para linguis
beraliran modern, salah satunya Ferdinand deSausurre.
3. ANALISIS
Berdasarkan
penjelasan di muka, terdapat delapan komponen yang dijadikan patokan analisis
yaitu, sinkronis, diakronis, parole, lange, signifiant, signifie, sintagmatik,
dan paradigmatik. Dari lima komponen tersebut terdapat lima kalimat yang harus dianalisis.
Kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hari
ini saya belajar linguistik
2. Saya
suka membaca buku
3. Kuingin
melampiaskan rindu yang tertunda
4. Saya
tidak masuk karena sakit
5. Dirinya
sakit karena disakiti
Berdasarkan
lima kalimat tersebut, akan kami menganalisis dengan menggunakan analisis
struktural Ferdinad De Saussure. Adapun analisis kelima kalimat tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Hari
ini saya belajar linguistik
a. Sinkronis
dan Diakronis
Kalimat
tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti
yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman.
b. Lange
dan Parole
Kalimat
tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa
dan bukan wujud abstrak bahasa.
c. Signifiant
dan Signifie
1) Signifiant
Kata-kata yang
mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2) Signifie
Kata hari
memiliki makna waktu dari pagi sampai pagi lagi.
Kata ini
memiliki makna kata penunjuk terhadap sesuatu yang letaknya tidak jauh dari
pembicara.
Kata saya
memiliki makna orang yang berbicara atau menulis.
Kata belajar
memiliki makna berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Kata linguistik
memiliki makna ilmu tata bahasa
d. Sintagmatik
dan paradigmatik
1) Sintagmatik
a) Fonem
Katahari
terdiri atas fonem /h/,/a/,/r/,/i/, kata ini terdiri atas fonem /i/, /n/,
/i/, kata saya terdiri atas fonem /s/, /a/, /y/, /a/, kata belajar
terdiri atas fonem/b/, /e/, /l/, /a/, /j/, /a/, /r/, kata linguistik
terdiri atas/l/, /i/, /ŋ/,
/u/, /i/, /s/, /t/, /i/, /k/.
Relasi antarfonem
pada kata hari, ini, saya, belajar, dan linguistik merupakan
relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di
ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b) Morfem : relasi
{hari}{ini}{saya}{belajar}{linguistik}
Relasi
sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya.
Contoh data di atas, antara morfem {ber-} dengan {-ajar}. Relasi tersebut akan
tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c) Sintaksis : Hari ini (keterangan waktu), saya (subjek),
belajar (predikat), linguistik (pelengkap)
2) Paradigmatik
Relasi
paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan
gramatika yang sama.
Hari ini saya
belajar linguistik.
Saat itu aku
diajari bahasa Inggris.
Relasi
paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis,
yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan
pembandingnya.
2. Saya
suka membaca buku
a. Sinkronis
dan Diakronis
Kalimat
tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti
yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b. Lange
dan Parole
Kalimat
tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa
dan bukan wujud abstrak bahasa.
c. Signifiant
dan Signifie
1) Signifiant
Kata-kata yang
mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2) Signifie
Kata saya memiliki makna orang
yang berbicara atau menulis.
Kata suka
memiliki makna berkeadaan senang (girang).
Kata membacamemiliki
makna melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau
hanya dalam hati).
Kata bukumemiliki
makna lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong.
d. Sintagmatik
dan paradigmatik
1) Sintagmatik
a) Fonem
Katasaya
terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata suka terdiri atas fonem /s/, /u/,
/k/, /a/, kata membaca terdiri atas fonem /m/, /e/, /m/, /b/, /a/, /c/, /a/,
kata buku terdiri atas fonem /b/, /u/, /k/, /u/.
Relasi antarfonem
pada kata saya, suka, membaca, dan buku merupakan relasi
sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan
menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b) Morfem : relasi {saya}{suka}{membaca}{buku}
Relasi
sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya.
Contoh data di atas, antara morfem {me-} dengan {-baca}. Relasi tersebut akan
tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c) Sintaksis : saya (subjek), suka membaca (predikat), buku
(objek)
2) Paradigmatik
Relasi
paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan
gramatika yang sama.
Saya suka
membaca buku
Aku ingin
menendang bola
Relasi
paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis,
yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan
pembandingnya.
3. Kuingin
melampiaskan rindu yang tertunda
a. Sinkronis
dan Diakronis
Kalimat
tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti
yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b. Lange
dan Parole
Kalimat
tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa
dan bukan wujud abstrak bahasa.
c. Signifiant
dan Signifie
1) Signifiant
Kata-kata yang
mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2) Signifie
Kata ku memiliki makna orang
yang berbicara atau menulis.
Kata ingin
memiliki makna hendak, mau, berhasrat.
Kata melampiaskan
memiliki makna
Kata rindu memiliki
makna sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu.
Kata yang
memiliki makna kata untuk menyatakan bahwa kata atau kalimat yang berikut
diutamakan atau dibedakan dari yang lain.
Kata tertunda
memiliki makna terhenti, dapat ditunda, ditangguhkan karena sesuatu sebab.
d. Sintagmatik
dan paradigmatik
1) Sintagmatik
a) Fonem
Katakuingin
terdiri atas fonem /k/, /u/, /i/, /ŋ/,
/i/, /n/, kata melampiaskan terdiri atas fonem /m/, /e/, /l/, /a/, /m/,
/p/, /i/, /a/, /s/, /k/, /a/, /n/, kata rindu terdiri atas fonem /r/,
/i/, /n/, /d/, /u/, kata yang terdiri atas fonem /y/, /a/, / ŋ/, kata tertunda terdiri atas fonem /t/, /e/, /r/, /t/,
/u/, /n/, /d/, /a/.
Relasi antarfonem
pada kata kuingin, melampiaskan, rindu, yang, dan tertunda
merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem
di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b) Morfem : relasi {kuingin}{melampiaskan}{rindu}{yang}{tertunda}
Relasi
sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya.
Contoh data di atas, antara morfem {me-} dengan {-lampias} dan {-kan}, {ter}
dengan {tunda}. Relasi tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika
posisinya diubah.
c) Sintaksis : ku (subjek), inginmelampiaskan (predikat),
rindu (objek), yang tertunda (pelengkap)
2) Paradigmatik
Relasi
paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan
gramatika yang sama.
Kuingin
melampiaskan rindu yang tertunda
Kuakan
melempar cinta yang terdahulu
Relasi
paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis,
yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan
pembandingnya.
4. Saya
tidak masuk karena sakit
a. Sinkronis
dan Diakronis
Kalimat
tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti
yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b. Lange
dan Parole
Kalimat
tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa
dan bukan wujud abstrak bahasa.
c. Signifiant
dan Signifie
1) Signifiant
Kata-kata yang
mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2) Signifie
Kata saya memiliki makna orang
yang berbicara atau menulis.
Kata tidak
memiliki makna partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan.
Kata masukmemiliki
makna datang (pergi) ke dalam.
Kata karenamemiliki
makna kata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.
Kata sakit
memiliki makna berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita
sesuatu.
d. Sintagmatik
dan paradigmatik
1) Sintagmatik
a) Fonem
Kata saya
terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata tidak terdiri atas fonem /t/,
/i/, /d/, /a/, /k/, kata masuk terdiri atas fonem /m/, /a/, /s/, /u/,
/k/, kata karena terdiri atas fonem/k/, /a/, /r/, /e/, /n/, /a/, kata sakit
terdiri atas fonem /s/, /a/, /k/, /i/, /t/.
Relasi
antarfonem pada kata saya, tidak, masuk, karena, dan sakit
merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem
di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b) Morfem : relasi sintagmatik pada kalimat di atas
tidak ditemukan karena morfem pada kalimat tersebut tidak ada.
c) Sintaksis : saya (subjek), tidak masuk (predikat), karena
sakit (keterangan).
2) Paradigmatik
Relasi
paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan
gramatika yang sama.
Saya tidak
masuk karena sakit
Saya ingin
mandi sebab panas
Relasi
paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis,
yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan
pembandingnya.
5. Dirinya
sakit karena disakiti
a. Sinkronis
dan Diakronis
Kalimat
tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti
yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b. Lange
dan Parole
Kalimat
tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa
dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.
d. Signifiant
dan Signifie
1) Signifiant
Kata-kata yang
mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2) Signifie
Kata dirinya
memiliki makna orang seorang.
Kata sakitmemiliki
makna berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu.
Kata karena
memiliki maknakata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.
Kata disakiti
memiliki makna
e. Sintagmatik
dan paradigmatik
1) Sintagmatik
a) Fonem
Kata saya
terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata sakit terdiri atas fonem /s/,
/a/, /k/, /i/, /t/, kata karena terdiri atas fonem /k/, /a/, /r/, /e/,
/n/, /a/, kata disakiti terdiri atas fonem /d/, /i/, /s/, /a/, /k/, /i/,
/t/, /i/
Relasi
antarfonem pada kata saya, sakit, karena, dan disakiti merupakan
relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di
ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b) Morfem : relasi {dirinya}{sakit}{karena}{disakiti}
Relasi
sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya.
Contoh data di atas, antara morfem {di-} dengan {-sakit}, dan {-i}. Relasi
tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c) Sintaksis : dirinya (subjek), sakit (predikat), karena
disakiti (keterangan).
2) Paradigmatik
Relasi
paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan
gramatika yang sama.
Dirinya sakit
karena disakiti
Dia menangis
sebab takut
Relasi
paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis,
yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.
4 PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan penjabaran
secara singkat dan penganalisisan beberapa kalimat di atas, dapat ditarik
simpulan seperti di bawah ini.
a.
Linguistik
struktural yang dicetuskan oleh Ferdinand deSaussure mampu memformalisasikan
dan mengeksplisitkan sesuatu yang terabaikan oleh pakar-pakar linguistik
sebelumnya (Aliran Tradisional). Aliran Struktural lebih menitikberatkan pada pendeskripsian suatu
bahasa berdasarkan ciri sifat khas yang dimiliki bahasa tersebut.
b.
Ferdinand deSausssureSaussure (dalam
Chaer, 1994: 346-347) berpandangan
bahwa dalam studi bahasa terdapat konsep-konsep dikotomis, yaitu:
1)
telaah sinkronik dan diakronik,
2)
perbedaan langue dan parole,
3)
perbedaan significant dan
signifie, serta
4)
hubungan sintagmatik dan paradigmatik (fonologi, morfologi, dan
siktaksis)
c.
Keunggulan dan
Kelemahan Aliran Struktural yaitu:
1)
Keunggulan Aliran Struktural
Ø aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem,
Ø metode drillandpractice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan,
Ø kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima
masyrakat awam,
Ø level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan
kalimat, dan
Ø berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
2)
Kelemahan dari aliran struktural adalah:
Ø bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas,
Ø
metode drill and practice sangat
memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan,
Ø
proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin,
Ø
kegramatikalan berdasarkan
kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum,
Ø
faktor historis sama sekali tidak
diperhitungkan dalam analisis bahasa, dan
Ø
objek kajian terbatas sampai
level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
Aliran Struktural Ferdinand
deSaussure mengenal adanya 4 dikotomi dalam bahasa. Pada kelima kalimat yang
menjadi bahan analisis hampir semua dapat dianalisis berdasarkan konsep
dikotomi Ferdinand deSaussure. Hanya kalimat Andris sering kali melupakan sholat lima waktu yang dapat secara utuh dianalisis
berdasarkan konsep dikotomi aliran struktural, sedangkan yang lain ada beberapa
unsur dari konsep dikotomi yang tidak terpenuhi dalam kalimat tersebut,
sehingga tidak dapat dianalisis. Pada kalimat Ruang kelas ini sangat dingin, Bapak
tilemkula siram, dan Ari sedang minum kopi di kantin tidak dapat dianalisis dalam hubungan sintagmatik maupun
paradigmatik pada tataran morfologi. Sedangkan kalimat Mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik dapat dianalisis dalam
hubungan sintagmatik pada tataran morfologi, namun tidak untuk paradigmatik
tataran morfologi.
4.2 Saran
Peneliti bahasa perlu pendalaman
yang matang mengenai teori linguistik
dari aliran struktural ini. Hal ini disebabkan aliran struktural merupakan aliran
yang paling kompleks dan mecakup hampir seluruh unsur kebahasaan, yaitu
fonologi, morfologi, dan sintaksis.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 1994. LinguistikUmum. Jakarta: RinekaCipta.
Robins, R.H.
1995. A
Short History of Linguistics. London: Longman.
Verhaar. 2010.
Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar