Bahasa
dan Identitas Bangsa
Jose
Dc. Verdial
Idetitas Bangsa Indonesia
Ernst Moritz Arndt mengatakan: "Tak ada
elemen terluhur yang dimiliki suatu bangsa selain bahasa." Bahasa
merupakan identitas sebuah bangsa. Kata 'identitas' berasal dari bahasa Latin
'idem' artinya 'yang sama'. Identitas tak lain dari ungkapan kesamaan yang
menyatakan dan menentukan hidup seseorang di suatu kelompok tertentu yang
bersifat sebagai “pembeda antara kelompok satu dengan kelompok yang
lainnya, pembeba antar bangsa dan suku”.
Orang Perancis, Inggris atau Brasil memiliki kartu identitas (carte d`identite, identity card, carteira de identidade). Orang Jerman menyebut kartu pengenal dengan 'Ausweis' - kata 'weisen' (menunjukkan) atau 'wissend machen' (memberitahukan). Dari makna semantis istilah ini disimpulkan: Seorang Perancis misalnya pertama-tama melihat dirinya sendiri, sementara seorang Jerman menunjukkan dirinya kepada orang lain, kemudian dengan bantuan orang lain ia menyatakan dirinya sendiri.
Orang Perancis, Inggris atau Brasil memiliki kartu identitas (carte d`identite, identity card, carteira de identidade). Orang Jerman menyebut kartu pengenal dengan 'Ausweis' - kata 'weisen' (menunjukkan) atau 'wissend machen' (memberitahukan). Dari makna semantis istilah ini disimpulkan: Seorang Perancis misalnya pertama-tama melihat dirinya sendiri, sementara seorang Jerman menunjukkan dirinya kepada orang lain, kemudian dengan bantuan orang lain ia menyatakan dirinya sendiri.
Disini bahasa berfungsi untuk menguak perbedaan
tataran pemahaman identitas.
Lazimnya identitas merupakan suatu pemberian. Kita tidak bisa memilah-milah untuk menjadi orang Indonesia, orang rusia, orang eropa maupun orang afrika. Persoalan dimana kita dilahirkan itu adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak bisa memesan orangtua dan leluhur kita dari toko atau internet. Statement, pernyataan untuk meminta/menagih pengakuan akan identitas akan membuat kita terombang-ambing tanpa arah seperti sumbat botol di laut lepas. identitas suatu kelompok, Negara, suku hanya bisa di tunjukkan oleh masyarakatnya sendiri. Pengakuan ini juga merupakan pertarungan internal yang harus dilakukan setiap orang, lebih berat lagi oleh mereka yang leluhurnya berasal dari konteks budaya yang berbeda atau yang telah tercerabut dari akar budayanya sendiri. Banyak anak adopsi di Eropa dari belahan dunia lain tidak lagi menyadari akarnya. Mereka mengalami krisis identitas dan mengais identitas tiruan terutama yang belakangan ini dipasarkan oleh falsafah identitas majemuk. Termasuk dalam identitas selain pengakuan terhadap diri sendiri, kesadaran diri sebagai individu, insan tak terbagikan, juga afirmasi keanggotaan suatu kebersamaan atau bangsa. Kita mengidentifikasikan diri dengan bangsa kita; kita satu dengannya dan kembali menemukan diri dalam bangsa kita. Identifikasi merupakan fusi sadar setiap individu dalam suatu kebersamaan senasib atau seasal. Simbol-simbol identitas nasional seperti bendera merah-putih, Garuda Pancasila, Lagu Indonesia Raya, kesebelasan nasional, tim bulutangkis nasional, dan sebagainya membantu kita untuk mempererat dan menegaskan identitas bersama yang telah dimatangkan sejarah. Bagi bangsa Indonesia salah satu warisan historis dan hakiki untuk identitas bersama yakni bahasa Indonesia yang dicetuskan generasi pemuda 1928. Sumpah pemuda 1928 di tengah trik politik penjajah 'Divide et impera' (pecah-belah dan jajah!) merupakan 'blessing in disguise' (rahmat dalam ketidakpastian) bagi penghuni nusantara. Friedrich Schiller mengatakan: "Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin, maka terpantul wajah kita - diri kita sendiri." Di hadapan bahasa sebagai cermin bangsa, kita merefleksikan pertanyaan ironis rekanku tadi. Forum formal-internasional mengizinkan seorang kepala negara atau pemerintahan berpidato dalam bahasa nasionalnya, terlepas dari kefasihannya berbahasa asing. Yang hendak ditonjolkan di sana adalah identitas nasional, bukan agama atau sukunya. Selama ini cukup getol digunjingkan bahaya invasi bahasa Inggris sebagai pisau pergaulan internasional yang tak terelakkan. Dalam konteks ancaman terhadap eksistensi dan ketahanan bahasa Indonesia, ada juga bahaya lain: Rambatan bahasa Arab yang tak teredamkan lewat jalur saleh dan suci, yang begitu pongah menggeser bahasa Indonesia. Sayangnya, media massa sebagai forum pendidikan bangsa mempermudah ekspansi liar dimaksud. Sementara itu dewan bahasa nasional membisu karena takut terjerumus dalam isu agama yang sensitif. "Siapa yang tidak melawan, dia hidup tidak benar" - demikian slogan gerakan kebudayaan di Jerman 1968.
Lazimnya identitas merupakan suatu pemberian. Kita tidak bisa memilah-milah untuk menjadi orang Indonesia, orang rusia, orang eropa maupun orang afrika. Persoalan dimana kita dilahirkan itu adalah kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Kita tidak bisa memesan orangtua dan leluhur kita dari toko atau internet. Statement, pernyataan untuk meminta/menagih pengakuan akan identitas akan membuat kita terombang-ambing tanpa arah seperti sumbat botol di laut lepas. identitas suatu kelompok, Negara, suku hanya bisa di tunjukkan oleh masyarakatnya sendiri. Pengakuan ini juga merupakan pertarungan internal yang harus dilakukan setiap orang, lebih berat lagi oleh mereka yang leluhurnya berasal dari konteks budaya yang berbeda atau yang telah tercerabut dari akar budayanya sendiri. Banyak anak adopsi di Eropa dari belahan dunia lain tidak lagi menyadari akarnya. Mereka mengalami krisis identitas dan mengais identitas tiruan terutama yang belakangan ini dipasarkan oleh falsafah identitas majemuk. Termasuk dalam identitas selain pengakuan terhadap diri sendiri, kesadaran diri sebagai individu, insan tak terbagikan, juga afirmasi keanggotaan suatu kebersamaan atau bangsa. Kita mengidentifikasikan diri dengan bangsa kita; kita satu dengannya dan kembali menemukan diri dalam bangsa kita. Identifikasi merupakan fusi sadar setiap individu dalam suatu kebersamaan senasib atau seasal. Simbol-simbol identitas nasional seperti bendera merah-putih, Garuda Pancasila, Lagu Indonesia Raya, kesebelasan nasional, tim bulutangkis nasional, dan sebagainya membantu kita untuk mempererat dan menegaskan identitas bersama yang telah dimatangkan sejarah. Bagi bangsa Indonesia salah satu warisan historis dan hakiki untuk identitas bersama yakni bahasa Indonesia yang dicetuskan generasi pemuda 1928. Sumpah pemuda 1928 di tengah trik politik penjajah 'Divide et impera' (pecah-belah dan jajah!) merupakan 'blessing in disguise' (rahmat dalam ketidakpastian) bagi penghuni nusantara. Friedrich Schiller mengatakan: "Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin, maka terpantul wajah kita - diri kita sendiri." Di hadapan bahasa sebagai cermin bangsa, kita merefleksikan pertanyaan ironis rekanku tadi. Forum formal-internasional mengizinkan seorang kepala negara atau pemerintahan berpidato dalam bahasa nasionalnya, terlepas dari kefasihannya berbahasa asing. Yang hendak ditonjolkan di sana adalah identitas nasional, bukan agama atau sukunya. Selama ini cukup getol digunjingkan bahaya invasi bahasa Inggris sebagai pisau pergaulan internasional yang tak terelakkan. Dalam konteks ancaman terhadap eksistensi dan ketahanan bahasa Indonesia, ada juga bahaya lain: Rambatan bahasa Arab yang tak teredamkan lewat jalur saleh dan suci, yang begitu pongah menggeser bahasa Indonesia. Sayangnya, media massa sebagai forum pendidikan bangsa mempermudah ekspansi liar dimaksud. Sementara itu dewan bahasa nasional membisu karena takut terjerumus dalam isu agama yang sensitif. "Siapa yang tidak melawan, dia hidup tidak benar" - demikian slogan gerakan kebudayaan di Jerman 1968.
Momentum ±88 tahun sumpah pemuda dengan salah
satu klaim kesatuan bahasa yakni bahasa Indonesia, bukan sekadar ritus tahunan
tanpa makna. Kesadaran mencintai dan menggunakan bahasa Indonesia merupakan
bagian esensial dari identitas dan integritas nasional. Kita wajib merawat dan
menyiangi taman bahasa nasional. Jika bahasa nasional perlahan-lahan digeser,
maka kita berada di jalur penyangkalan jati diri dan keutuhan sebagai bangsa
Indonesia. Kita ditagih untuk mengadakan tekad, kiat politik dan afirmasi
kolektif terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional; semacam 'sumpah
pemuda baru'. Inilah jawaban yang tepat atas warisan luhur generasi 1928.
Menjaga Identitas Bahasa Melalui Media
Massa
Media massa cetak maupun elektronik setiap hari, setiap saat di dengar, dilihat
dan dibaca oleh masyarakat Indonesia. Umumnya setiap media massa mengunakan
sarana bahasa Indonesia. Oleh karena itu media massa memiliki fungsi strategis
dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia.
Media
massa, baik itu media cetak maupun media elektronik memiliki jangkauan yang
sangat luas. Negara kita wilayahnya luas sekali dan juga memiliki ribuan pulau
yang terbentang dari sabang sampai merauke, hal ini tentunya membutuhkan alat
komunikasi yang dapat menjangkau semua wilayah itu. Masyarakat yang tersebar
luas itu pasti memiliki minat yang berbeda-beda dalam hal mengakses informasi.
Ada orang yang lebih snang menonton TV, ada yang lebih suka mendengarkan radio
dan banyak juga yang suka membaca surat kabar, terutamanya kalangan menegah ke atas.
Dengan demikian masyarakat Indonesia yag tersebar luas dari sabang sampai
merauke, dari jawa sampai Kalimantan merupakan konsumen media massa.
Media
massa selama ini dijadikan konsumsi sehari-hari oleh sebagin besar masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu menempatkan media massa sebagai alat untuk membina
dan menjaga bahasa Indonesia adalah suatu hal yang tepat. Jika bahasa Indonesia
yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang benar, ini berarti secara tidak
langsung masyarakat telah diarahkan untuk mengunakan bahasa yang benar pula.
Bahasa yang digunakan dalam media massa sangat mempengaruhi kebiasaan berbahasa
para pembaca media massa tersebut. Jika bahasa Indonesia yang digunakan dalam
media massa itu tidak sesuai dengan kaidah bahasa, maka hal ini akan merusak
penggunaan bahasa Indonesia.
Menjaga Idntitas
Bahasa melalui Pendidikan dan Kegiatan Kenegaraan
Sejalan
dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
Sebagian masyarakat menuntut pengutamaan penggunaan badasa daerah untuk menjaga
eksistensi bahasa daerah masing-masing. Walaupun begitu tuntutan agar bahasa
daerah digunakan untuk komunikasi baik dalam situasi formal dan nonformal
mengalami banyak kendala. Kendala itu berkaitan dengan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia. Pada bagian ini akan dipaparkan tuntutan pengutamaan
penggunaan bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa Negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa Indonesia adalah
status bahasa Indonesia sebagai system lambang nilai budaya yang dirumuskan
atas dasar nilai social. Yang dimaksud dengan fungsi bahasa Indonesia adalah
peran bahasa Indonesia pada masyarakat Indonesia.
Berdasarkan
sumpah pemuda, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai
fungsi (a) lambang kebanggaan kebangsaan, (b) lambang identitas nasional, (c)
alat komunikasi antar warga, antardaerah dan antarbudaya, (d) alat yang
memungkinkan sebagai pemersatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing-masing kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Di samping berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa Negara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 36. Dalam kedudukanya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia
mempunyai fungsi (a) bahasa resmi kenegaraan, (b) bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan, (c) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan pembagunan, (d) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi (Arifin dan Tasai, 2002:10).
Dalam
kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia masih mempunyai kedudukan
yang kokoh atau tidak mengalami gangguan yang berarti. Fungsi bahasa Indonesia
masih berjalan dengan baik, meskipun ada sedikit kendala karena masih ada warga
Indonesia yang belum mampu berbahasa Indonesia. Tetapi jumlahnya tidak banyak,
terutama orang-orang yang berada di pedalaman saja yang belum mampu berbahasa
Indonesia. Bagaimana bahasa Indonesia menyikapi perkembangan zaman di er
globalisasi ini yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berdampak pada pengunaan bahasa asing (inggris)? Bahasa Indonesia mau
tidak mau harus membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Oleh karena itu, kosakata dalam bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi
diserap kedalam bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata bahasa inggris ini tentu
akan memperkaya perbendaharaan kosakata bahasa Indonesia.
Saat
ini di lingkungan sekolah juga sedang gencar-gencarnya menggunakan bahasa asing
terutama bahasa inggris. Bahasa inggris mulai marak digunakan di
sekolah-sekolah berstandar internasional sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Usaha pembinaan melalui pengajaran bahasa Indonesia melalui system persekolahan
dilakukan dengan mempertimbangkan bahasa sebagai satu keseluruhan berdasarkan
konteks pemakaian yang ditujukan untuk peningkatan mutu penguasaan dan
pemakaian bahasa yang baik dengan tidak mengabaikan adanya berbagai ragam
bahasa Indonesia yang hidup dalam masyarakat. Peningkatan mutu pendidikan
bahasa dapat dilakukan dengan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) pengembangan
kurikulum bahasa Indonesia, 2) pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan
kebutuhan siswa dan perkembangan metodologi pengajaran bahasa, 3) pengembangan
tenaga kependidikan kebahasaan yang professional dan 4) pengembangan sarana
pendidikan bahasa yang memedahi, terutama sarana uji kemahiran bahasa.
Usaha
pembinaan dapat pula dilakukan melalui pemasyarakatan bahasa Indonesia.
pemasyarakatan bahasa Indonesia ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap
positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia dan meningkatkan mutu
penggunaanya. Pemasyarakatan bahasa Indonesia ini juga harus menjangkau
kelompok yang belum bisa berbahasa Indonesia agar berperan aktif dalam upaya
pembinaan dan pengembangan bahasa secara berkesinambungan.
Bahasa Indonesia
digunakan sebagai sarana dalam kegiatan oleh setiap masyarakat Indonesia, seperti
dalam bidang seni, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seni,
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat seiring dengan
perkembangan zaman, perkembangan itu juga berdampak pada perkembangan bahasa.
Perkembangan seni, budaya, ilmu penegtahuan dan tehnologi tidak lepas dari
kemajuan tehnologi yang semakin memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi
yang dibutuhkan terutama media baik itu media cetak maupun media elektronik.
Media massa sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahkan hampir
setiap hari masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di jawa dan Sumatra
selalu mengkonsumsi media massa baik itu untuk mencari berita maupun untuk
mencari hiburan. Oleh karena itu menempatkan media massa sebagai alat untuk
membina dan menjaga bahasa Indonesia adalah suatu hal yang tepat. Jika bahasa
Indonesia yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar, ini
berarti secara tidak langsung masyarakat telah diarahkan untuk mengjaga indentitas
bangsa Indonesia.
Di dalam hasil rumusan Seminar Politik Bahasa Nasional disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pembinaan bahasa adalah upaya untuk meningkatkan mutu pemakaian
bahasa. Usaha pembinaan ini menyangkut upaya meningkatkan sikap, pengetahuan,
dan ketrampilan berbahasa. Usaha pembinaan melalui pengajaran bahasa Indonesia
melalui sistem persekolahan dilakukan dengan mempertimbangkan bahasa sebagai
satu keseluruhan berdasarkan konteks pemakaian yang ditujukan untuk
meningkatkan mutu penguasaan sehingga mampu berbicara, menulis dan membaca
dengan baik tanpa mengabaikan beragam bahasa yang ada di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar