Minggu, 12 November 2017

STRUKTURALISME FERDINAND DE SAUSSURE DALAM BAHASA INDONESIA Oleh Jose Da Conceicao Verdial (UNESA)



STRUKTURALISME FERDINAND DE SAUSSURE DALAM BAHASA INDONESIA 
Oleh
Jose Da Conceicao Verdial


1.      PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Latar belakang abad ke-19 yang merupakan masa pendewasaan ilmuwan-ilmuwan pada permulaan abad ke-20, telah ditinjau dan ada 3 corak  pemikiran utama yang yang dapat dibeda-bedakan; (1) tradisi berkelanjutan, kajian gramatikal dan linguistik yang dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan Eropa dengan cara yang berbeda-beda sejak zaman kuno; (2) apresiasi progresif ilmu pengetahuan linguistik India, terutama dalam bidang fonetik dan fonologi; dan (3) pengasimilasian ilmu pengetahuan linguistik terutama sebagai ilmu yang berorientasi historis, ke dalam sikap-sikap, komparatisme, evolusionisme, abad ke-19 dan positifisme ilmu pengetahuan alam. (Robins, 1995:278)
Perbedaan utama yang paling mecolok antara dua abad yang lalu adalah peningkatan yang pesat dalam linguistik deskriptif yng mencapai kedudukannya yang kuat dewasa ini dikontraskan dalam linguistik historis. Tokoh sentral dalam perubahan sikap dari abad k-19 ke abad k-20 adalah pakar linguistik kebangsaan Swiss yang bernama Ferdinand deSaussure. (Robins, 1995:280)
Secara historis, gagasan-gagasan Saussure dapat dibagi menjadi 3 kelompok. Pertama, memformalisasikan dan mengeksplisitkan sesuatu yang diasumsikan atau diabaikan oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya, yaitu 2 dimensi mendasar dan esensial dari kajian linguistic. Dua dimensi mendasar tersebut yaitu sinkronik yang memperlakukan bahasa-bahasa sebagai sistem lengkap komunikasi pada suatu saat tertentu dan diakronik yang memperlakukan factor-faktor pengubah yang mempengaruhi bahasa pada suatu kurun waktu diperlakukan secara historis. Sinkronik atau deskrptif, dan diakronik atas historis. Kedua, Saussure membedakan komptensi linguistik penutur dengan peristwa sebenarnya atau data linguistik (ujara), sebagai langue dan parole. Ketiga, bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang saling terkait, yaitu unsur leksikal, gramatikal, dan fonologi, dan bukan sebagai suatu kumpulan kesatuan yang dapat berdiri sendiri. (Robins, 1995:280-281)
Gagasan terpenting yana dimunculkan De Saussure adalah langue dan paroleLangue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat. Sedangkan parole adalah perwujudan langue pada individu. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole, seperti yang kita ketahui bahwa parole adalah wicara aktual, cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. (George Ritzer, 2004).
Dalam perkembangan bahasa, peran aliran struktural Ferdinand deSaussure adalah adanya pembakuan dalam penulisan ejaan, dan tanda baca. Di samping itu, tata bahasa indonesia baku, yang berisi tentang tata penulisan kalimat, dan struktur bahasa Indonesia baku. Begitu pun pengadaan kamus, baik kamus umum maupun kamus khusus (kamus istilah), kata serapan dan sebagainya. Contoh  dalam ketentuan penulisan kalimat, bahwa setiap kalimat diawali huruf kapital dan diakhiri tanda baca. “Adik membeli pisang.” Kalimat ini menyatakan bentuk berita, karena secara jelas dengan tanda baca yang digunakan. Ini merupakan implikasi dari ciri-ciri linguistik tersebut.

1.2     Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di muka, maka tujuan dalam makalah ini antara lain adalah:
a.       Mendeskripsikan ciri-ciri linguistik strukturalisme Ferdinand deSausurre.
b.      Mendeskripsikan tokoh-tokoh linguistik strukturalisme Ferdinand deSausurre.
c.       Mendeskripsikan penerus dan perkembangan linguistik strukturalisme Ferdinand deSausurre.
d.      Mendeskripsikan analisis kalimat berdasarkan linguistik strukturalisme Ferdinand deSausurre.




2.      PEMBAHASAN
2.1     Aliran Strukturalisme FerdinanddeSausurre (Sausurrean)
Aliran Struktural muncul pada awal abad ke XX atau tepatnya tahun 1916. Tahun tersebut menjadi tahun monumental lahirnya aliran struktural, sebab pada tahun itu terbit sebuah buku berjudul ”CoursedeLinguistiqueGenerale” karya Saussure yang berisi pokok-pokok teori struktural yang jua sebagai pokok-pokok pikiran linguistik modern. 
Membaca pemikiran Saussure tentang strukturalisme, seolah-olah kita diajak untuk berdialog sistemik yang dapat mengantarkan kita pada wilayah linguistik dan gramatikal. Mengingat, landasan filosofis yang digagas Saussure lebih menekankan pada aspek kajian bahasa yang merupakan nilai filosofis terpenting dalam memahami arus strukturalisme. Dalam pandangan Steven Best dan Douglas Kellner, strukturalisme merupakan konsep-konsep struktural linguistik dalam sains manusia yang mereka gunakan untuk merekonstruksi dasar yang lebih mapan. Levis-Strauss, misalnya, menerapkan analisis linguistik terhadap kajian sosial mitologi, sistem kekeluargaan dan fenomena antropologis, sedangkan Lacan mengembangkan psikoanalisa struktural dan Althusser mengembangkan Marxisme struktural. Itulah sebabnya, kenapa strukturalis diatur oleh kode dan aturan-aturan yang tak sadar, seperti ketika bahasa membentuk makna melalui serangkaian oposisi biner yang berbeda-beda, atau ketika mitologi mengatur prilaku makna dan teks menurut sistem atau aturan kode.
Selain sebagai bapak strukturalisme, Saussure juga sebagai bapak linguistik yang memiliki sikap concern terhadap landasan filosofis sebuah bahasa. Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara mengalisa bahasa untuk memahami sistem tanda atau simbol dengan menggunakan analisis struktural dalam kehidupan masyarakat. Maka, tak heran kalau Saussure mengatakan bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya menggunakan bahasa yang bersifat otonom.
Bahasa, menurut Saussure, adalah sistem tanda yang paling lengkap karena mengungkapkan gagasan struktural yang terungkap dalam sistem tanda dan simbol tersebut. Dengan demikian, bahasa hanyalah penting dalam sistem interdisipliner yang tercakup pada wilayah nilai dan makna sehingga memperkuat landasan filosofis yang kita analisis. Kajian Saussure memang tak lepas dari aspek linguistik, sehingga analisis strukturalisme yang digagasnya mempunyai relevansi dengan sistem tanda maupun bahasa. Itulah kenapa, strukturalisme berupaya mengisolasi struktur umum aktivitas manusia dengan mengaplikasikan analogi pertamanya dalam bidang linguistik.

2.2     Ciri-Ciri
Ciri-ciri strukturalisme deSausurre berdasarkan buku yang dirangkum Charles Bally dan Albert Sechehay (mahasiswa Sausurre) tahun 1915 dengan judul CoursedeLinguistiqueGenerale, yaitu:

a)   Telaah Sinkronik dan Diakronik
Istilah sinkronis dan diakronis sudah mulai muncul sejak abad ke-19. Yang memperkenalkan istilah ini adalah Ferdinand deSaussure, linguis Swiss yang juga peletak dasar linguistik modern. Pada mulanya, Saussure adalah seorang ahli linguistik diakronis. Ia meneliti bahasa-bahasa Indo-Eropa (Kridalaksana, 2005:9-10). Beliau kemudian berusaha mengembangkan pendekatan baru dalam linguistik yang ia namakan pendekatan sinkronis.
Pendekatan sinkronis adalah pendekatan yang titik kajiannya menyasar pada bahasa dalam satu kurun masa tertentu. Dalam masa waktu kajian yang terbatas (Chaer, 2007: 14) itu, bahasa tersebut diterangkan bagaimana cara kerja dan penggunaannya oleh para penuturnya (Alwasilah, 1991: 87). Atau dalam istilah Parera (1991), linguistik sinkronis mempelajari bahasa berdasarkan gejala-gejala bahasa yang bersifat sezaman yang diujarkan oleh pembicara.Contoh, mempelajari bahasa Indonesia yang di gunakan pada zaman Jepang atau pada masa tahun 50-an.
Sedangkan telaah bahasa diakronik adalah telaah bahasa dari masa ke masa yang digunakan oleh para penuturnya. Dalam hal ini telaah diakronis berupaya mengkaji bahasa (atau bahasa-bahasa) pada masa yang tidak terbatas; bisa sejak awal kelahiran bahasa itu sampai zaman punahnya (bila sudah punah) atau sampai masa kini (Chaer, 2007). Dalam kajian ini, bahasa dilihat memiliki fase-fase yang mencerminkan perkembangan bahasa tersebut (Parera,1991). Contoh, mempelajari bahasa Indonesia dimulai sejak zaman sriwijaya sampai zaman sekarang ini.
Sebelum terbit buku CoursedeLinguistiqueGenerale telaah bahasa selalu dilakukan orang secara diakronik tidak pernah secara diakronik. Para ahli belum sadar bahwa bahasa dapat diteliti secra sinkronik. Inilah salahsatu pandangan deSaussure yang sangat penting sehingga kita dapat memberikan telaah terhadap suatubahasa tertentu tanpa melihat sejarah bahasa itu.

b)   Perbedaan Langue dan Parole
Menurut Saussure, langue ini ada dalam benak orang, bukan hanya abstraksi-abstraksi saja. Langue adalah sesuatu yang berkadar individual tapi juga sosial universal. Dengan kata lain, merupakan keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa. Langue itu abstrak dan tertentu pada suatu bahasa. Sebagai orang Indonesia maka kita mempunyai Langue Bahasa Indonesia, tetapi kalau kita mempelajari bahasa Jerman umpamanya maka langue kita pun bertambah yaitu langue bahasa Jerman.
Sedangkan Parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret, pribadi, dinamis, lincah, sosial, terjadi pada waktu, tempat, dan suasana tertentu. Parole itu merupakan ujaran seseorang, yaitu apa yang diucapkan dan apa yang didengar oleh pihak penanggap ujaran.

c)    Perbedaan Signifiant dan Signifie
Ferdinand deSaussuremengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik (signé atau signélinguistique) dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifie. Yang dimaksud dengan  signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Untuk lebih jelas signifie sama dengan makna atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep signifiant;  dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa runtutan bunyi.Hubungan antara signifiant  dan signifie sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

d)   Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik
Bapak linguistik modern membedakan adanya dua macam hubungan, yaitu sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik dalam tataran fonologi tampak pada urutan fonem-fonem dalam sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata itu. Contohnya kata /k, i, t, a/. Apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata. Ada kemungkinan maknanya berubah tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Misal, kata segitiga tigasegi, kata barangkali ≠ kalibarang, dan kata tertuatuater. Hubungan sintakmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan tak bermakna sama sekali.
Contohnya:
Evi membeli tas baru
Evi baru membeli tas
Membeli Evi tas baru
Baru Evi membeli tas

Hubungan paradigmatik adalah hubungan antar unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh berikut antar bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata-kata rata, kata, bata, mata, dandata. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada contoh pada prefiks me-di-, pe-,dan  te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan terawat.Sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada contoh antara kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat, dan objek. Misalnya ;
Ana menulis surat
Ani makan bakso
Dia memakai sepatu

2.3     Tokoh
Aliran linguistik struktural muncul pada awal abad ke XX (1916) yang dipelopori oleh FerdinandeSausurre. Hal itu ditandai dengan terbitnya sebuah buku berjudul ”CoursedeLinguistiqueGenerale” karya Charles Bally dan Albert Sechehay (mahasiswa Sausurre yang merangkum catatan kuliah yang diberikan gurunya) berisi pokok-pokok teori struktural yang juga sebagai pokok-pokok pikiran linguistik modern. 
Ferdinand deSaussure (lahir di Jenewa, 26 November 1857 – dari keluarga Protestan Prancis (Huguenot) yang ber-emigrasi dari daerah Lorraine ketika perang agama pada akhir  abad ke-16,  meninggal di Vufflens-le-Château, 22 Februari 1913 pada umur 55 tahun) adalah linguis Swedia yang dipandang sebagai salah satu Bapak Linguistik Modern  dan semiotika. Karya utamanya, Coursdelinguistiquegénérale  diterbitkan pada tahun 1916, tiga tahun setelah kematiannya, oleh dua orang mantan muridnya, Charles Ballyand Albert Sechehaye, berdasarkan catatan-catatan dari kuliah Saussure di Paris. Konsepnya yang paling terkenal adalah pembedaan tanda bahasa menjadi dua aspek, yaitu signifiant (yang memaknai) dan signifie (yang dimaknai). Dalam semiologi, Saussure berpendapat bahwa bahasa sebagai “suatu sistem tanda yang mewujudkan ide” dapat dibagi menjadi dua unsur: langue (bahasa), sistem abstrak yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat yang digunakan sebagai alat komunikasi, dan parole (ujaran), realisasi individual atas sistem bahasa.
Sejak kecil, Saussure memang sudah tertarik dalam bidang bahasa. Pada tahun 1870, ia masuk Institut Martine, di Paris. Dua tahun kemudian (1872), ia menulis “Essaisur les langues” yang ia persembahkan untuk ahli linguistik pujaan hatinya (yang menolong dia untuk masuk ke Institut Martine, Paris), yakni Pictet. Pada tahun 1874 ia belajar fisika dan kimia di universitas Genewa (sesuai tradisi keluarganya), namun 18 bulan kemudian, ia mulai belajar bahasa sansekerta di Berlin. Rupanya, Saussure semakin tertarik pada studi bahasa, maka pada 1876-1878 ia belajar bahasa di Leipzig; dan pada tahun 1878-1879 di Berlin. Di perguruan tinggi ini, ia belajar dari tokoh besar linguistik, yakni Brugmann dan Hübschmann.
Ketika masih mahasiswa, ia telah membaca karya ahli linguistik Amerika, William Dwight Whitney yang membahas tentang The Life andGrowth of Language: andoutline of Linguistic Science (1875); buku ini sangat mempengaruhi teori linguistiknya di kemudian hari. Pada tahun 1878, Saussure menulis buku tentang Mémoiresurlesystéme primitif des voyellesdans les languesindo-européennes (Catatan Tentang Sistem Vokal Purba Dalam Bahasa-bahasa Indo-Eropa). Pada tahun 1880 ia mendapat gelar doktor (dengan prestasi gemilang: summacumlaude) dari universitas Leipzig dengan disertasi: De l’emploi du génetifabsoluensanscrit (Kasus Genetivus Dalam Bahasa Sansekerta) dan pada tahun yang sama, ia berangkat ke Paris.
Tahun 1881 menjadi dosen di satu di antara universitas di Paris. Setelah lebih dari sepuluh tahun mengajar di Paris, ia dianugrahkan gelar profesor dalam bidang bahasa Sansekerta dan Indo-Eropa dari Universitas Genewa. Menurut Beliau, prinsip dasar strukturalisme adalah bahwa alam semesta terjadi dari relasi (forma) dan bukan benda (substansial).

2.4     Penerus
Saussure merupakan pelopor aliran linguistik struktural. Beliau dikenal sebagai bapak strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern. Linguis setelah beliau merupakan mayoritas penerusnya yang selanjutnya membentuk aliran-aliran baru lantaran ketidakpuasan terhadap teori pendahulunya. Berikut Tokoh-tokoh yang merupakan penganut/penerus teori ini baik lingkup internasional maupun nasional (Indonesia).

2.4.1     Penerus di Dunia (Selain di Indonesia)
1)   Aliran Praha
Aliran Praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilemmathesius (1882-1945). Dalam bidang Fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Aliran Praha ini juga memperkenalkan dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang meneliti struktur fonologis morfem. Dalam bidang sintaksis, Vilem Mathesius mencoba menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya dan juga dari struktur informasinya yang terdapat dalam kalimat yang bersangkutan. Struktur informasi menyangkut unsur tema dan rema.
Awalnya kelompok ini mengambil ilham dari karya Ferdinand deSaussure, tapi kemudian memperluas teori tersebut khususnya dalam bidang fonemik. Aliran Praha merupakan salah satu aliran yang lebih banyak mengaplikasikan tipe linguistik sinkronis.

2)   Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya Louis Hjemslev (1899-1965) yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis dan terminologis sendiri.
Analisis bahasa dimulai dari wacana, kemudian ujaran itu dianalisis atas konstituen-konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatis dalam;
1.       rangka forma (hubungan gramatikal intern),
2.      substansi (kategori ekstern dari objek material),
3.      ungkapan (medium verbal dan grafis), dan
4.      isi (makna).
Prosedur yang bersifat analitis dan semi aljabar ini menghasilkan satuan dasar yang disebut glosem, yang mempunyai pengertian kurang lebih sama dengan morfem menurut teori Bloomfield. Menurut Hjemslev teori bahasa haruslah bersifat sembarang saja, artinya harus merupakan suatu sistem deduktif semata-mata. Teori itu harus dapat dipakai secara tersendiri untuk dapat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari premis-premisnya. Suatu teori harus bebas dari pengalama apa pun, namun, teori itu harus tepat, maksudnya, harus memenuhi syarat untuk diterapkan pada data empiris tertentu, yaitu bahasa. Sedangkan teori itu agar dapat dipakai secara empiris haruslah konsisten, tuntas, dan sederhana.
Sejalan dengan pendapat Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, taitu segi ekspresi (menurut de Saussure: signifiant) dan segi isi (menurut de Saussure: signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh
1.      Forma ekspresi
2.      Substansi ekspresi
3.      Forma isi, dan
4.      Substansi isi.
Perbedaan forma dari substansi berlaku untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah; sedangkan pembedaan ekspresi dari isi hanya berlaku bagi telah bahasa saja.
Karena teorinya pula Hjemslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen. Dalam aliran ini ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O. Jespersen hingga tokoh yang tertua Rasmus Rask sering menujukkan kekhasan dalam mengembangkan teori kebahasaan di setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok para ahli linguistik yang menamakan dirinya Linguistic of Copenhagen. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan juga Hjelmslev. Hjemslev mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistik dan mengembangkan teori glosematik ini.
Pemikiran Hjemslev bahwa bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu:
1.      eksternal yang meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu sendiri.
2.      ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif.
Terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat diklasifikasikan lagi.
Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, seperti dalam aliran Glosematikbahasa memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjemslev yakni linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system dalam”, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.
Analisis merupakan pemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses dan system. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa articulation.
Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal. Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.
Akhirnya dapat dikatakan, sebagaimana de Saussure maka Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan paradigmatik.

3) Linguistik Aliran Transformasional
A) Transformational Grammar
Aliran transformasional dipelopori oleh Noam Chomsky yang merupakan reaksi dari aliran strukturalisme. Konsep strukturalisme yang paling ditentang adalah konsep bahwa bahasa sebagai faktor kebiasaan (habit). Pembahasan tata bahasa transformasi ditulis oleh Chomsky dalam bukunya yang berjudul Syntactic Structure Pada tahun 1957, yang kemudian diperkembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak ke dalam bukunya yang kedua berjudul Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965 (Chaer, 2012:364).
Adapun asumsi yang mendasari pendekatan bahasa secara transformasional ini adalah sebagai berikut:
a.                  Bahasa merupakan satu produk kebudayaan yang kreatif manusiawi
b.                  Bahasa bukan merupakan rekaman tingkah laku luar yang berupa bunyi yang dapat didengar, melainkan bahasa merupakan satu proses mentalistik yang nantinya dapat dilahirkan dalam bentuk luar bunyi bahasa yang didengar atau dimanisfetasikan dalam bentuk tulisan.
c.                  Bahasa merupakan satu proses produktif, sehingga metode analisis bahasa harus bersifat deduktif.
d.                 Formalisasi matematis dapat juga dikenakan pada formalisasi sistem produktif bahasa.
e.                  Analisis bahasa tidak dapat dilepaskan dari hakikat bahasa yang utuh yakni bunyi dan makna.
Menurut Chomsky (dalam Chaer, 2012:364) salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Setiap tata bahasa merupakan teori dari bahasa itu sendiri, dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yakni:
a)                  Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang ajar dan tidak dibuat-buat.
b)                 Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, Chomsky membedakan adanya kemampuan (competence) dan perbuatan berbahasa (performance). Competence adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya; sedangkan performance adalah pemakaian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam tata bahasa transformasional ini, yang menjadi objeknya adalah competence, meskipun performance juga penting.
Menurut aliran ini, sebuah tata bahasa hendaknya terdiri atas sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Pada dasarnya setiap kita mengucapkan suatu kalimat, kita telah membuat kalimat baru, yang berbeda dari sekian banyak kalimat yang pernah kita ucapkan atau tuliskan. Kemampuan membuat kalimat-kalimat baru inilah yang disebut aspek kreatif bahasa.
Secara umum transformasi generatif merupakan proses atau kaidah perubahan dari struktur dalam, menjadi struktur luar atau permukaannya, baik dalam menambah, mengurangi (penghilangan), permutasi, maupun pergantian. Teori transformasi generatif meninjau aspek bahasa berdasarkan sudut pandang bahasa itu sendiri, serta menelaah unsur-unsur dan fungsinya dalam bahasa yang diteliti. Beberapa ahli tata bahasa membuat batasan-batasan transformasi di bawah ini:
Keraf (dalam  1980: 153) Transformasi adalah suatau proses merubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk lain, baik dari bentuk sederhana ke bentuk yang kompleks maupun dari bentuk kompleks ke bentuk yang sederhana‖.
Samsuri (1991:35) Transformasi adalah proses atau hasil pengubahan sebuah struktur kebebasan atau struktur yang lain menurut kaidah tertentu‖.
Kridalaksana (1988: 198) Transformasi adalah kaidah untuk mengubah struktur gramatikal lain dengan menambah, mengurangi, atau mengatur kembali konstituen- konstituennya. Tata bahasa transformasi generatif merupakan teori linguistik yang menyatakan bahwa tujuan linguistik ialah menemukan apa yang semesta dan teratur dalam kemampuan manusia untuk memahami dan menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal. Kalimat dianggap sebagai satuan dasar, dan hubungan antara unsur-unsur dalam struktur kalimat diuraikan atas abstraksi yang disebut kaidah struktur frase dan kaidah transformasi.

B)      Generative Grammar
Analisis tata bahasa generatif bertugas mengungkapkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami sebanyak mungkin kalimat. Tata bahasa generatif harus menjadi satu sistem kaidah yang dapat secara berulang membangkitkan sejumlah besar struktur. Sistem kaidah ini dapat dianalisis dalam tiga komponen tata bahasa generatif, yakni:
a. Komponen sintaksis
Komponen ini merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena (a) komponen inilah yang menentukan arti kalimat, dan (b) komponen ini jugalah yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa. 
Untaian awal mengalami kaidah pencabangan, untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah subkategorisasi. Kaidah-kaidah kategorisasi ini menghasilkan pola-pola kalimat dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frasa dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin (deep structure). Leksikon merupakan daftar morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk penafsiran semantik, sintaksis, dan fonologi. Walaupun belum diketahui dengan jelas bentuk leksikon itu, tetapi keterangan seperti jenis kata, unsur yang dapat mendahului dan mengikutinya di dalam kalimat, abstrak atau tidak, haruslah tercantum di dalam leksikon ini. Kaidah transformasi mengubah struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir. Karena struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda artinya, akan mempunyai struktur batin yang berbeda pula. Perbedaan arti biasanya tercermin di dalam perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah ,morfem yang digunakan. Ada kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan urutannya sama, tetapi mempunyai arti yang berbeda. Kalimat-kalimat yang meragukan seperti ini, tentu memiliki struktur dalam yang berbeda.
a.                  Komponen semantik
Komponen ini menetukan interpretasi semantik sebuah kalimat. Arti kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh komponen ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau ciri semantik yang membentuk arti morfem itu. Umpamanya kalau kata ayah dan ibu kita bandingkan dengan kata pensi dan kursi, maka dapat kita lihat kata ayah dan ibu mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan kata pensil dan kursi tidak memiliki ciri itu, atau lazim disebut memiliki ciri semantik /-makhluk/. Oleh karena itulah kita dapat menerima kalimat “Ayah suka makan durian” dan kalimat “Ibu suka makan durian”, tetapi tidak dapat menerima kalimat “Pensil suka makan durian” dan “Kursi suka makan durian”. Kalimat tersebut tidak dapat diterima karena kata kerja makan hanya bisa dilakukan oleh kata benda yang mempunyai ciri semantik /+makhluk/ dan tidak dapat dilakukan oleh yang berciri semantik /-makhluk/.

b.                 Komponen fonologis
Komponen ini menentukan bentuk fonetik dari sebuah kalimat yang dibangkitkan oleh kaidah sintaksis. Ia menghubungkan sebuah struktur yang dilahirkan ileh komponen sintaksis dengan simbol yang dinyatakan secara fonetis. Komponen semantik dan komponen fonologis merupakan komponen interpretatif.

2.4.2     Penerus di Indonesia
Konsep-konsep linguistik modern yang dikembangkan FerdinandeSausurre sudah bergema sejak awal abad 19 (buku deSausurre terbit). Namun, gema linguistik modern itu baru tiba di Indonesia pada tahun lima puluhan. Tokoh pembawanya adalah Anton Moeliono dan T.W. Kamil. Keduanya yang pertama-tama memperkenalkan konsep fonem, morfem, frasa, dan klausa dalam pendidikan formal linguistik di Indonesia.
Terbitnya Tata Bahasa Indonesia karangan GorysKeraf, isinya menyodorkan kekurangan-kekurangan tata bahasa tradisional, dan menyajikan kelebihan analisis bahasa struktural Sausurre. Selain itu, sejumlah buku Ramlan juga menyajikan analisis bahasa struktural Sausurre, menyebabkan linguistik moderna dalam pendidikan formal menjadi semakin kuat.

1. Erasmus
Erasmus adalah linguis Yunani yang beraliran tradisional. Beliau mengarang tata bahasa Latin dengan menggunakan tata bahasa Latin yang dibuat Donatus. Referensi yang menjelaskan kisah hidup dan karya Erasmus sulit ditemukan, namun yang pasti karya beliau mengenai tata bahasa Latin dimanfaatkan oleh para linguis beraliran modern, salah satunya Ferdinand deSausurre.





  3.       ANALISIS
Berdasarkan penjelasan di muka, terdapat delapan komponen yang dijadikan patokan analisis yaitu, sinkronis, diakronis, parole, lange, signifiant, signifie, sintagmatik, dan paradigmatik. Dari lima komponen tersebut terdapat lima kalimat yang harus dianalisis. Kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Hari ini saya belajar linguistik
2.      Saya suka membaca buku
3.      Kuingin melampiaskan rindu yang tertunda
4.      Saya tidak masuk karena sakit
5.      Dirinya sakit karena disakiti
Berdasarkan lima kalimat tersebut, akan kami menganalisis dengan menggunakan analisis struktural Ferdinad De Saussure. Adapun analisis kelima kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Hari ini saya belajar linguistik
a.       Sinkronis dan Diakronis
Kalimat tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman.
b.      Lange dan Parole
Kalimat tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.       Signifiant dan Signifie
1)      Signifiant
Kata-kata yang mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2)      Signifie
Kata hari memiliki makna waktu dari pagi sampai pagi lagi.
Kata ini memiliki makna kata penunjuk terhadap sesuatu yang letaknya tidak jauh dari pembicara.
Kata saya memiliki makna orang yang berbicara atau menulis.
Kata belajar memiliki makna berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Kata linguistik memiliki makna ilmu tata bahasa
d.      Sintagmatik dan paradigmatik
1)      Sintagmatik
a)      Fonem
Katahari terdiri atas fonem /h/,/a/,/r/,/i/, kata ini terdiri atas fonem /i/, /n/, /i/, kata saya terdiri atas fonem /s/, /a/, /y/, /a/, kata belajar terdiri atas fonem/b/, /e/, /l/, /a/, /j/, /a/, /r/, kata linguistik terdiri atas/l/, /i/, /ŋ/, /u/, /i/, /s/, /t/, /i/, /k/.
Relasi antarfonem pada kata hari, ini, saya, belajar, dan linguistik merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b)      Morfem     : relasi {hari}{ini}{saya}{belajar}{linguistik}
Relasi sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya. Contoh data di atas, antara morfem {ber-} dengan {-ajar}. Relasi tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c)      Sintaksis    : Hari ini (keterangan waktu), saya (subjek), belajar (predikat), linguistik (pelengkap)
2)      Paradigmatik
Relasi paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan gramatika yang sama.
Hari ini saya belajar linguistik.
Saat itu aku diajari bahasa Inggris.
Relasi paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis, yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.
2.      Saya suka membaca buku
a.       Sinkronis dan Diakronis
Kalimat tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b.      Lange dan Parole
Kalimat tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.       Signifiant dan Signifie
1)      Signifiant
Kata-kata yang mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2)      Signifie
Kata saya  memiliki makna orang yang berbicara atau menulis.
Kata suka memiliki makna berkeadaan senang (girang).
Kata membacamemiliki makna melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).
Kata bukumemiliki makna lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong.
d.      Sintagmatik dan paradigmatik
1)      Sintagmatik
a)      Fonem
Katasaya terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata suka terdiri atas fonem /s/, /u/, /k/, /a/, kata membaca terdiri atas fonem /m/, /e/, /m/, /b/, /a/, /c/, /a/, kata buku terdiri atas fonem /b/, /u/, /k/, /u/.
Relasi antarfonem pada kata saya, suka, membaca, dan buku merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b)      Morfem     : relasi {saya}{suka}{membaca}{buku}
Relasi sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya. Contoh data di atas, antara morfem {me-} dengan {-baca}. Relasi tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c)      Sintaksis    : saya (subjek), suka membaca (predikat), buku (objek)
2)      Paradigmatik
Relasi paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan gramatika yang sama.
Saya suka membaca buku
Aku ingin menendang bola
Relasi paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis, yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.
3.      Kuingin melampiaskan rindu yang tertunda
a.       Sinkronis dan Diakronis
Kalimat tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b.      Lange dan Parole
Kalimat tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.       Signifiant dan Signifie
1)      Signifiant
Kata-kata yang mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2)      Signifie
Kata ku  memiliki makna orang yang berbicara atau menulis.
Kata ingin memiliki makna hendak, mau, berhasrat.
Kata melampiaskan memiliki makna
Kata rindu memiliki makna sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu.
Kata yang memiliki makna kata untuk menyatakan bahwa kata atau kalimat yang berikut diutamakan atau dibedakan dari yang lain.
Kata tertunda memiliki makna terhenti, dapat ditunda, ditangguhkan karena sesuatu sebab.
d.      Sintagmatik dan paradigmatik
1)      Sintagmatik
a)      Fonem
Katakuingin terdiri atas fonem /k/, /u/, /i/, /, /i/, /n/, kata melampiaskan terdiri atas fonem /m/, /e/, /l/, /a/, /m/, /p/, /i/, /a/, /s/, /k/, /a/, /n/, kata rindu terdiri atas fonem /r/, /i/, /n/, /d/, /u/, kata yang terdiri atas fonem /y/, /a/, / ŋ/, kata tertunda terdiri atas fonem /t/, /e/, /r/, /t/, /u/, /n/, /d/, /a/.
Relasi antarfonem pada kata kuingin, melampiaskan, rindu, yang, dan tertunda merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b)      Morfem     : relasi {kuingin}{melampiaskan}{rindu}{yang}{tertunda}
Relasi sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya. Contoh data di atas, antara morfem {me-} dengan {-lampias} dan {-kan}, {ter} dengan {tunda}. Relasi tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c)      Sintaksis    : ku (subjek), inginmelampiaskan (predikat), rindu (objek), yang tertunda (pelengkap)
2)      Paradigmatik
Relasi paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan gramatika yang sama.
Kuingin melampiaskan rindu yang tertunda
Kuakan melempar cinta yang terdahulu
Relasi paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis, yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.
4.      Saya tidak masuk karena sakit
a.       Sinkronis dan Diakronis
Kalimat tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b.      Lange dan Parole
Kalimat tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.       Signifiant dan Signifie
1)      Signifiant
Kata-kata yang mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2)      Signifie
Kata saya  memiliki makna orang yang berbicara atau menulis.
Kata tidak memiliki makna partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan.
Kata masukmemiliki makna datang (pergi) ke dalam.
Kata karenamemiliki makna kata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.
Kata sakit memiliki makna berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu.
d.      Sintagmatik dan paradigmatik
1)      Sintagmatik
a)      Fonem
Kata saya terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata tidak terdiri atas fonem /t/, /i/, /d/, /a/, /k/, kata masuk terdiri atas fonem /m/, /a/, /s/, /u/, /k/, kata karena terdiri atas fonem/k/, /a/, /r/, /e/, /n/, /a/, kata sakit terdiri atas fonem /s/, /a/, /k/, /i/, /t/.
Relasi antarfonem pada kata saya, tidak, masuk, karena, dan sakit merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b)      Morfem     : relasi sintagmatik pada kalimat di atas tidak ditemukan karena morfem pada kalimat tersebut tidak ada.
c)      Sintaksis    : saya (subjek), tidak masuk (predikat), karena sakit (keterangan).
2)      Paradigmatik
Relasi paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan gramatika yang sama.
Saya tidak masuk karena sakit
Saya ingin mandi sebab panas
Relasi paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis, yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.
5.      Dirinya sakit karena disakiti
a.       Sinkronis dan Diakronis
Kalimat tersebut termasuk studi sinkronis karena pada kalimat tersebut tidak ada bukti yang menunjukkan penggunaan bahasa antarzaman
b.      Lange dan Parole
Kalimat tersebut termasuk parole karena kalimat tersebut merupakan wujud konkret bahasa dan bukan wujud abstrak bahasa.
c.        
d.      Signifiant dan Signifie
1)      Signifiant
Kata-kata yang mengonstruksi kalimat di atas merupakan signifiant atau lambang.
2)      Signifie
Kata dirinya memiliki makna orang seorang.
Kata sakitmemiliki makna berasa tidak nyaman di tubuh atau bagian tubuh karena menderita sesuatu.
Kata karena memiliki maknakata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.
Kata disakiti memiliki makna
e.       Sintagmatik dan paradigmatik
1)      Sintagmatik
a)      Fonem
Kata saya terdiri atas fonem /s/,/a/,/y/,/a/, kata sakit terdiri atas fonem /s/, /a/, /k/, /i/, /t/, kata karena terdiri atas fonem /k/, /a/, /r/, /e/, /n/, /a/, kata disakiti terdiri atas fonem /d/, /i/, /s/, /a/, /k/, /i/, /t/, /i/
Relasi antarfonem pada kata saya, sakit, karena, dan disakiti merupakan relasi sintagmatik. Relasi itu tidak berlaku jika posisi antarfonem di ubah-ubah dan menimbulkan makna lain atau tidak bermakna sama sekali.
b)      Morfem     : relasi {dirinya}{sakit}{karena}{disakiti}
Relasi sintagmatik tataran morfem adalah hubungan antara morfem satu dengan lainnya. Contoh data di atas, antara morfem {di-} dengan {-sakit}, dan {-i}. Relasi tersebut akan tidak memiliki makna sama sekali jika posisinya diubah.
c)      Sintaksis    : dirinya (subjek), sakit (predikat), karena disakiti (keterangan).
2)      Paradigmatik
Relasi paradigmatik akan berlaku jika dikomparasikan dengan kalimat yang lain dengan gramatika yang sama.
Dirinya sakit karena disakiti
Dia menangis sebab takut
Relasi paradigmatik pada data di atas merupakan relasi paradigmatik tataran sintaksis, yaitu relasi antar fungsi sintaksis antara kalimat yang satu dengan pembandingnya.







4.      PENUTUP
4.1     Simpulan
Berdasarkan penjabaran secara singkat dan penganalisisan beberapa kalimat di atas, dapat ditarik simpulan seperti di bawah ini.
a.    Linguistik struktural yang dicetuskan oleh Ferdinand deSaussure mampu memformalisasikan dan mengeksplisitkan sesuatu yang terabaikan oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya (Aliran Tradisional). Aliran Struktural lebih menitikberatkan pada pendeskripsian suatu bahasa berdasarkan ciri sifat khas yang dimiliki bahasa tersebut.
b.    Ferdinand deSausssureSaussure (dalam Chaer, 1994: 346-347) berpandangan bahwa dalam studi bahasa terdapat konsep-konsep dikotomis, yaitu:
1)        telaah sinkronik dan diakronik,
2)        perbedaan langue dan parole,
3)        perbedaan significant dan signifie, serta
4)        hubungan sintagmatik dan paradigmatik (fonologi, morfologi, dan siktaksis)
c.    Keunggulan dan Kelemahan Aliran Struktural yaitu:
1)        Keunggulan Aliran Struktural
Ø aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem,
Ø metode drillandpractice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan,
Ø kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam,
Ø level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat, dan
Ø berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
2)        Kelemahan dari aliran struktural adalah:
Ø  bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas,
Ø  metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan,
Ø  proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin,
Ø  kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum,
Ø  faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa, dan
Ø  objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
Aliran Struktural Ferdinand deSaussure mengenal adanya 4 dikotomi dalam bahasa. Pada kelima kalimat yang menjadi bahan analisis hampir semua dapat dianalisis berdasarkan konsep dikotomi Ferdinand deSaussure. Hanya kalimat Andris sering kali melupakan sholat lima waktu yang dapat secara utuh dianalisis berdasarkan konsep dikotomi aliran struktural, sedangkan yang lain ada beberapa unsur dari konsep dikotomi yang tidak terpenuhi dalam kalimat tersebut, sehingga tidak dapat dianalisis. Pada kalimat Ruang kelas ini sangat dingin, Bapak tilemkula siram, dan Ari sedang minum kopi di kantin tidak dapat dianalisis dalam hubungan sintagmatik maupun paradigmatik pada tataran morfologi. Sedangkan kalimat Mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik dapat dianalisis dalam hubungan sintagmatik pada tataran morfologi, namun tidak untuk paradigmatik tataran morfologi.

4.2     Saran
Peneliti bahasa perlu pendalaman yang matang mengenai  teori linguistik dari aliran struktural ini. Hal ini disebabkan aliran struktural merupakan aliran yang paling kompleks dan mecakup hampir seluruh unsur kebahasaan, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. LinguistikUmum. Jakarta: RinekaCipta.

Robins, R.H. 1995. A Short History of Linguistics. London: Longman.

Verhaar. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar